Selasa, 02 Juni 2015

Curhatan Korban Zona



Curhatan Korban Zona
Cinta itu apa sih? Kenapa selalu membuat orang yang merasakannya terserang virus bernama galau?
Hari ini, aku menghadiri acara keluarga di tempat Budhe (kakak dari Ibu). Di sana, tentu saja dihadiri banyak saudara dari keluarga ibu, tapi dari keseruan acara di sana yang membuatku merasa betah dan tidak ingin pulang adalah kehadiran sepupuku Iin, dan kakak sepupuku Mufad.
Setiap kali aku bertemu sepupuku itu, kegilaan selalu saja lahir, entah aku sendiri heran padahal kita jarang bertemu tapi kita sama sekali tidak memiliki kecanggungan. Kan biasanya ada tuh meski saudara sepupu tapi rasanya setiap ketemu seperti orang asing dan hanya saling senyum. Tapi kami tidak, karena kami berbeda.
Setelah acara inti selesai, lalu dilanjut acara istirahat kami bertiga kumpul di teras rumah. Menjauh dari para orang tua yang mungkin saja nanti bisa mengganggu acara curhat, dan melahirkah rasa ewuh. Untuk itulah kami memilih di luar.
“Mas, siniin bukunya. Mau aku tanda tanganin.” Aku berdiri di depan Mas Mufad yang sedang membuka novel tere liye. Novel yang baru saja aku bawakan dari rumah, itu pun karena dia minta, kalau tidak juga aku tak akan memberikan salah satu koleksi novelku padanya. (bercanda)
“Ini bukunya siapa? Kok kamu yang tanda tangan. Tere liye itu siapa?”
“Halah wis tho, aku pengin tanda tangan. Tere liye itu penulis.”
Lalu kami pun duduk bertiga, Iin langsung mengungkit soal foto Mas Mufad yang dia kirimkan ke inbox fb-ku beberapa waktu yang lalu. Seketika, aku berkata, “Mas, kalau kamu foto kaya gitu lagi, kalau potongan rambutmu kaya gitu lagi, aku nggak akan mau ngakuin kamu sebagai saudaraku. Pokoknya tak coret dari daftar keluarga!”
Mas Mufad, dengan tampang tak berdosanya melihat ke arahku. Pura-pura tak mengerti tentang apa yang kubicarakan, dia membalas, “Foto apa sih?”
“Itu lho! Foto pas rambutmu di poni ke depan gini,” kata Iin sambil menggerakkan tangan di depan wajah, menggambarkan poni panjang yang menutupi sebagian muka. Aku bergedik, mendelik ke arah Mas Mufad yang mulai cengengesan seperti anak kecil.
“Ha ha, itu bukan aku. Mana pernah aku foto kaya gitu, aku alim kok.” Kilahnya.
Mencebik, aku memukulnya dengan buku. “Tahu nggak? Aku shock berat, aku hampir pingsan lihatnya. Pokoknya aku nggak mau anggap kamu saudara kalau kamu kaya gitu lagi!” Mas Mufad terkekeh melirikku.
Lalu Iin yang sejak tadi sibuk membuka folder foto di smart-phonenya, tiba-tiba mengarahkan ponselnya ke wajah Mas Mufad sambil tertawa geli. “Ini lho!! Itu wajahmu kan? Ya Allah... itu kamu saat sedang labil ya, Mas?”
“Hahaha... ini bukan aku!”
“Wis pokoke aku nggak suka kamu yang seperti itu!” kekeuhku sambil membolak-balik halaman buku tentang kedokteran di tanganku.
Keseruan itu terus berlanjut, bahkan udara dingin selepas hujan pun tak mampu mengusik keasikan kami bertiga yang saling bercerita, saling membongkar rahasia tentang gebetan, dan menertawakan nasib ngenes cinta yang kami alami. Ya Tuhan.., ternyata aku hidup dikelilingi manusia-manusia galau seperti mereka. Bukan aku saja yang mengalami zona bahaya dalam cinta, tapi kedua sepupuku juga! Ah, dunia..
“Tahu nggak Mbak?” Iin yang paling muda di antara kami, dengan semangat mulai membongkar rahasia kakak sepupuku tersebut.
“Mas Mufad itu, lagi galau gara-gara ditinggal ceweknya!” lanjutnya
“Haha, serius?” sahutku antusias.
“Iya, lihat deh baju yang dia pakai ini tuh pemberian ceweknya..”
“Ciyeee... Mas Mufad.”
“Apaan sih, dia bukan cewekku.” Mas Mufad dengan senyum malunya mulai angkat bicara.
“Oh iya, bukan ceweknya! Soalnya si cewek nggak mau nerima dia. Kasihan banget!” lagi-lagi Iin bersuara, membuat Mas Mufad semakin tersudut. Dengan senyum garingnya, dia mulai terlihat seperti seorang admirer yang ke-gap keberadaannya. Salah tingkah.
“Jadi kamu dianggep apa Mas?!! Aduh,  kamu di tolak?” tanyaku semangat.
“Apa sih, dia itu Cuma anggep aku—“
“Kakaknya!” potong Iin. Sontak kami pun tertawa.
“Jadi kamu kena Family Zone? Kamu cuma dianggep kakak doang? Ya Allah, Mas... ngenes banget kamuu..” teriakku tak berperasaan. Yeah, ini terasa seru buatku karena setahuku kakak sepupuku itu orang yang pendiam. Dia nggak akan ngomong kalau nggak diajak ngomong, atau kalau pun dia ngomong itu pun cuma kalimat pendek yang keluar dari mulutnya.
Dan di sore yang cerah ini, dia membuatku menemukan sisi lain pada dirinya. Ternyata di balik diamnya Mas Mufad, tersimpan hati yang terluka karena cintanya terbentur status. Dia melihat seseorang itu sebagai wanita yang patut untuk dicintai, tapi sayangnya di mata wanita itu Mas Mufad hanyalah seorang kakak laki-laki yang sangat bisa diandalkan untuknya. Sedih? Tentu saja!
“Kalian lihat, di depan kalian aku senyum seperti ini. Tapi di sini..” dia menyentuh dadanya dengan wajah dramatis, “Remuk. Hancur, tau nggak!”
“Hahahah... kasihan banget kamu..” kurang ajar sekali memang, tapi sungguh tak bisa menahan tawaku mendengar ceritanya.
“Kayaknya, yang berhasil dapetin cinta cuma Mas Rosyid doang ini. Asem banget dia!” kata Iin sambil sibuk mencorat-coret kertas dipangkuannya, menuliskan nama seseorang yang ia sukai. Aku melirik, “Raka Djati Purnama.” Tulisnya
Aku tersenyum mendengarkannya. Rosyid juga salah satu sepupu kami, yang sedang menempuh pendidikan lanjutannya di Jogja. Ah, Jogja.. betapa aku merindukan kota itu.
Mendengarkan Iin yang semangat banget bicara soal Rosyid yang punya pacar, aku pun ikut terpancing. Ingat saat beberapa hari lalu saat aku chat dengannya, “Iya, dia gaya banget. Mentang-mentang udah punya cewek, dia jadi sok-sok’an. Di WA dia bilang gini ke aku, ‘Nasibmu nggak punya pacar.’ Minta di keplak!” ucapku sambil memukul-mukul kaki dengan buku yang kupegang.
“Haha, iya. Pm Bbnya juga ngeselin, ‘pilih futsal apa aku?’ gitu! Apa banget kan?” ucap Iin.
“Hih, rasanya aku pengen banting hape pas baca punya dia. Pengen tak injek-injek, tapi aku masih terlalu sayang sama hapeku..” Mas Mufad berkata dengan penuh ekspresi, membuatku (lagi-lagi) tak bisa menahan tawa, perutku sampai terasa keram sangking kencenganya.
***
Benar-benar, ini adalah moment curhat para jomblo yang terkena korban cinta tak terbalas. Mas Mufad kena family zone, yang jelas-jelas membuat hatinya jumpalitan sangking galaunya karena pesan-pesan sayangnya tak dianggap serius oleh si cewek, lalu Iin yang salah naksir cowok, karena dia berani menjatuhkan hatinya pada cowok yang memiliki kadar kepekaan yang sangat minim, atau mungkin karena si cowok yang terlalu cuek dan masa bodoh hingga akhirnya tak menganggap penting setiap lirikan dan perhatian yang diberikan cewek-cewek disekitarnya? Ah, entahlah.. cowok itu memang makhluk yang sulit ditembus, sulit dibaca. Apa maunya?
Apa dia menyukaiku? Kenapa dia tersenyum dan perhatian padaku, apa artinya dia memberikan kode padaku? Dan itulah jeleknya kaum cewek. Terlalu memaknai setiap hal yang si cowok lakukan padanya. Apalagi jika itu cowok yang disukai. Ah.. betapa itu membuat keadaan hati menjadi semakin semrawut, acakadut, dan ruwet! Lalu ujung-ujungnya, cewek pun menyerah dan memilih berharap. Lalu berpikir, “Kali aja, nanti lama-lama dia suka sama aku.” Atau “Suatu saat, dia pasti melihatku. Dia pasti akan menyukaiku, jadi lebih baik aku menunggunya, agar nanti saat dia mencintaiku aku bisa membalasnya.” Tapi... ah, disitulah kadang aku merasa sedih.
 Dan aku? Aku santai, walau sebenarnya aku selalu terjebak cinta yang bertema “Betadine Zone” seseorang datang ketika terluka, lalu pergi begitu saja setelah sembuh. Benar-benar minta dilempar!!
Begini saja, percayalah, cinta akan datang padamu. Someday..
Lupakan dia, atau kalau kamu memilih bertahan dan terus berasumsi ‘dia pasti akan menyukaiku nanti’ maka siapkanlah hatimu untuk menghadapi kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan yang prosentasinya mencapai 98% untuk GAGAL!!
Dear Mas Mufad, Iin.. santai saja, jomblo pasti berlalu.. wkwkwkwk xD

Jum’at - Kudus, 01 Mei 2015.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar