Curhatan Korban Zona
Cinta itu apa sih? Kenapa selalu membuat orang yang merasakannya
terserang virus bernama galau?
Hari ini, aku menghadiri acara keluarga di tempat Budhe (kakak dari
Ibu). Di sana, tentu saja dihadiri banyak saudara dari keluarga ibu, tapi dari
keseruan acara di sana yang membuatku merasa betah dan tidak ingin pulang
adalah kehadiran sepupuku Iin, dan kakak sepupuku Mufad.
Setiap kali aku bertemu sepupuku itu, kegilaan selalu saja lahir,
entah aku sendiri heran padahal kita jarang bertemu tapi kita sama sekali tidak
memiliki kecanggungan. Kan biasanya ada tuh meski saudara sepupu tapi rasanya
setiap ketemu seperti orang asing dan hanya saling senyum. Tapi kami tidak,
karena kami berbeda.
Setelah acara inti selesai, lalu dilanjut acara istirahat kami
bertiga kumpul di teras rumah. Menjauh dari para orang tua yang mungkin saja
nanti bisa mengganggu acara curhat, dan melahirkah rasa ewuh. Untuk
itulah kami memilih di luar.
“Mas, siniin bukunya. Mau aku tanda tanganin.” Aku berdiri di depan
Mas Mufad yang sedang membuka novel tere liye. Novel yang baru saja aku bawakan
dari rumah, itu pun karena dia minta, kalau tidak juga aku tak akan memberikan
salah satu koleksi novelku padanya. (bercanda)
“Ini bukunya siapa? Kok kamu yang tanda tangan. Tere liye itu
siapa?”
“Halah wis tho, aku pengin tanda tangan. Tere liye itu penulis.”
Lalu kami pun duduk bertiga, Iin langsung mengungkit soal foto Mas
Mufad yang dia kirimkan ke inbox fb-ku beberapa waktu yang lalu. Seketika, aku
berkata, “Mas, kalau kamu foto kaya gitu lagi, kalau potongan rambutmu kaya
gitu lagi, aku nggak akan mau ngakuin kamu sebagai saudaraku. Pokoknya tak
coret dari daftar keluarga!”
Mas Mufad, dengan tampang tak berdosanya melihat ke arahku.
Pura-pura tak mengerti tentang apa yang kubicarakan, dia membalas, “Foto apa
sih?”
“Itu lho! Foto pas rambutmu di poni ke depan gini,” kata Iin sambil
menggerakkan tangan di depan wajah, menggambarkan poni panjang yang menutupi
sebagian muka. Aku bergedik, mendelik ke arah Mas Mufad yang mulai cengengesan
seperti anak kecil.
“Ha ha, itu bukan aku. Mana pernah aku foto kaya gitu, aku alim
kok.” Kilahnya.
Mencebik, aku memukulnya dengan buku. “Tahu nggak? Aku shock berat,
aku hampir pingsan lihatnya. Pokoknya aku nggak mau anggap kamu saudara kalau kamu
kaya gitu lagi!” Mas Mufad terkekeh melirikku.
Lalu Iin yang sejak tadi sibuk membuka folder foto di
smart-phonenya, tiba-tiba mengarahkan ponselnya ke wajah Mas Mufad sambil
tertawa geli. “Ini lho!! Itu wajahmu kan? Ya Allah... itu kamu saat sedang labil
ya, Mas?”
“Hahaha... ini bukan aku!”
“Wis pokoke aku nggak suka kamu yang seperti itu!” kekeuhku sambil
membolak-balik halaman buku tentang kedokteran di tanganku.
Keseruan itu terus berlanjut, bahkan udara dingin selepas hujan pun
tak mampu mengusik keasikan kami bertiga yang saling bercerita, saling
membongkar rahasia tentang gebetan, dan menertawakan nasib ngenes cinta yang
kami alami. Ya Tuhan.., ternyata aku hidup dikelilingi manusia-manusia galau
seperti mereka. Bukan aku saja yang mengalami zona bahaya dalam cinta, tapi
kedua sepupuku juga! Ah, dunia..
“Tahu nggak Mbak?” Iin yang paling muda di antara kami, dengan
semangat mulai membongkar rahasia kakak sepupuku tersebut.
“Mas Mufad itu, lagi galau gara-gara ditinggal ceweknya!” lanjutnya
“Haha, serius?” sahutku antusias.
“Iya, lihat deh baju yang dia pakai ini tuh pemberian ceweknya..”
“Ciyeee... Mas Mufad.”
“Apaan sih, dia bukan cewekku.” Mas Mufad dengan senyum malunya
mulai angkat bicara.
“Oh iya, bukan ceweknya! Soalnya si cewek nggak mau nerima dia.
Kasihan banget!” lagi-lagi Iin bersuara, membuat Mas Mufad semakin tersudut.
Dengan senyum garingnya, dia mulai terlihat seperti seorang admirer yang ke-gap
keberadaannya. Salah tingkah.
“Jadi kamu dianggep apa Mas?!! Aduh, kamu di tolak?” tanyaku semangat.
“Apa sih, dia itu Cuma anggep aku—“
“Kakaknya!” potong Iin. Sontak kami pun tertawa.
“Jadi kamu kena Family Zone? Kamu cuma dianggep kakak doang? Ya
Allah, Mas... ngenes banget kamuu..” teriakku tak berperasaan. Yeah, ini terasa
seru buatku karena setahuku kakak sepupuku itu orang yang pendiam. Dia nggak
akan ngomong kalau nggak diajak ngomong, atau kalau pun dia ngomong itu pun
cuma kalimat pendek yang keluar dari mulutnya.
Dan di sore yang cerah ini, dia membuatku menemukan sisi lain pada
dirinya. Ternyata di balik diamnya Mas Mufad, tersimpan hati yang terluka
karena cintanya terbentur status. Dia melihat seseorang itu sebagai wanita yang
patut untuk dicintai, tapi sayangnya di mata wanita itu Mas Mufad hanyalah
seorang kakak laki-laki yang sangat bisa diandalkan untuknya. Sedih? Tentu
saja!
“Kalian lihat, di depan kalian aku senyum seperti ini. Tapi di
sini..” dia menyentuh dadanya dengan wajah dramatis, “Remuk. Hancur, tau
nggak!”
“Hahahah... kasihan banget kamu..” kurang ajar sekali memang, tapi
sungguh tak bisa menahan tawaku mendengar ceritanya.
“Kayaknya, yang berhasil dapetin cinta cuma Mas Rosyid doang ini.
Asem banget dia!” kata Iin sambil sibuk mencorat-coret kertas dipangkuannya,
menuliskan nama seseorang yang ia sukai. Aku melirik, “Raka Djati Purnama.”
Tulisnya
Aku tersenyum mendengarkannya. Rosyid juga salah satu sepupu kami,
yang sedang menempuh pendidikan lanjutannya di Jogja. Ah, Jogja.. betapa aku
merindukan kota itu.
Mendengarkan Iin yang semangat banget bicara soal Rosyid yang punya
pacar, aku pun ikut terpancing. Ingat saat beberapa hari lalu saat aku chat
dengannya, “Iya, dia gaya banget. Mentang-mentang udah punya cewek, dia jadi
sok-sok’an. Di WA dia bilang gini ke aku, ‘Nasibmu nggak punya pacar.’ Minta di
keplak!” ucapku sambil memukul-mukul kaki dengan buku yang kupegang.
“Haha, iya. Pm Bbnya juga ngeselin, ‘pilih futsal apa aku?’ gitu!
Apa banget kan?” ucap Iin.
“Hih, rasanya aku pengen banting hape pas baca punya dia. Pengen
tak injek-injek, tapi aku masih terlalu sayang sama hapeku..” Mas Mufad berkata
dengan penuh ekspresi, membuatku (lagi-lagi) tak bisa menahan tawa, perutku
sampai terasa keram sangking kencenganya.
***
Benar-benar, ini adalah moment curhat para jomblo yang terkena
korban cinta tak terbalas. Mas Mufad kena family zone, yang jelas-jelas membuat
hatinya jumpalitan sangking galaunya karena pesan-pesan sayangnya tak dianggap
serius oleh si cewek, lalu Iin yang salah naksir cowok, karena dia berani
menjatuhkan hatinya pada cowok yang memiliki kadar kepekaan yang sangat minim,
atau mungkin karena si cowok yang terlalu cuek dan masa bodoh hingga akhirnya
tak menganggap penting setiap lirikan dan perhatian yang diberikan cewek-cewek
disekitarnya? Ah, entahlah.. cowok itu memang makhluk yang sulit ditembus,
sulit dibaca. Apa maunya?
Apa dia menyukaiku? Kenapa dia tersenyum dan perhatian padaku, apa
artinya dia memberikan kode padaku? Dan itulah jeleknya kaum cewek. Terlalu
memaknai setiap hal yang si cowok lakukan padanya. Apalagi jika itu cowok yang
disukai. Ah.. betapa itu membuat keadaan hati menjadi semakin semrawut,
acakadut, dan ruwet! Lalu ujung-ujungnya, cewek pun menyerah dan memilih
berharap. Lalu berpikir, “Kali aja, nanti lama-lama dia suka sama aku.” Atau
“Suatu saat, dia pasti melihatku. Dia pasti akan menyukaiku, jadi lebih baik
aku menunggunya, agar nanti saat dia mencintaiku aku bisa membalasnya.” Tapi...
ah, disitulah kadang aku merasa sedih.
Dan aku? Aku santai, walau
sebenarnya aku selalu terjebak cinta yang bertema “Betadine Zone” seseorang
datang ketika terluka, lalu pergi begitu saja setelah sembuh. Benar-benar minta
dilempar!!
Begini saja, percayalah, cinta akan datang padamu. Someday..
Lupakan dia, atau kalau kamu memilih bertahan dan terus berasumsi ‘dia
pasti akan menyukaiku nanti’ maka siapkanlah hatimu untuk menghadapi
kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan yang prosentasinya mencapai 98%
untuk GAGAL!!
Dear Mas Mufad, Iin.. santai saja, jomblo pasti berlalu.. wkwkwkwk
xD
Jum’at - Kudus, 01 Mei 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar