Kamis, 30 Maret 2017

Sejarah Baru di Hidupku (Curhat KF 20)


Orang-orang yang berbeda, berkumpul di bawah satu atap. Tiga hari, lebih dari 50 orang berkumpul, dan aku yakin, hampir semuanya kenal setelah pengumuman seleksi Kampus Fiksi angkatan terakhir diumumkan.



Jujur, aku bingung harus memulai catatan ini dari mana. Karena menurutku, semua terjadi begitu saja, begitu cepat, dan begitu banyak cerita yang lahir selama tiga hari di sana. Acara KF (Kampus Fiksi) di jadwalkan pada hari Jum’at, 24 Maret 2017, namun aku bersama Mbak Ifa (Musdzalifah) memilih meninggalkan Kudus sejak kamis siang. Alasannya sederhana, biar nanti sampai sana masih sepi, dan untuk aku pribadi, tidak harus merasa malu juga kikuk karena harus salaman atau melewati ruang utama KF sudah di penuhi banyak orang. Karena itulah aku memilih berangkat lebih awal. Lebih baik aku menyambut mereka, daripada aku yang disambut, pikirku saat itu. Masalahnya, aku tipe orang yang tidak bisa tenang ketika ada banyak orang melihat ke arahku.

Oke, kembali ke Kampus Fiksi. Sampai detik ini, aku masih merasa tidak percaya dengan apa yang sudah aku alami kemarin; menjadi peserta KF Reguler. Aku sempat berpikir, apakah panitia salah mencantumkan namaku? Jangan-jangan, ini bukan tempatku, dan terjadi kesalahan saat pengetikan nama, itu yang sempat aku pikirkan. Dua tahun lalu, aku ikut seleksi KF Reguler, dan gagal. Kemudian sekitar November kemarin, aku ikut KF Semarang, dan alhamdulillah dapat Golden Ticket. Sebenarnya cerpen saat itu adalah hasil kegalauan, karena itulah aku sangat berterimakasih pada seseorang yang membuatku hancur (beberapa waktu lalu). Curhat selesai.

Pokoknya, aku bahagia sekali akhirnya bisa menjadi bagian dari Kampus Fiksi Reguler, karena itu yang selama ini aku impikan. Sampai aku rela ikut berbagai acara KF, tujuanku ya memang itu, biar bisa nambah ilmu, dan suatu hari bisa masuk di angkatan reguler.
Dari KF 20 kemarin, aku menyadari satu hal, tidak ada yang namanya perbedaan di sana. Tua, muda, kuliah, ataupun tidak, bisa berbaur jadi satu tanpa memandang apapun, karena aku yakin tujuan mereka datang ke sini, ke Kampus Fiksi adalah sama; mencari ilmu, belajar menulis lebih baik, dan bonusnya mendapat keluarga baru.

***

Masuk ke materi, aku mulai merekan semua materi yang diajarkan, mulai dari Pak Edi, Mas Reza, Mbak Ajah, sampai Agus Noor. Karena aku tidak ingin melupakan apa yang sudah mereka ajarkan, karena itulah aku merekam, meski aku juga menulisnya.

Aku ingat Pak Edi pernah bilang, “jangan percayakan apapun pada ingatanmu, tulislah. Agar kamu tidak lupa.”
Tiga hal yang ditekankan Pak Edi kemarin, yaitu: Kedalaman bacaan, keluasan bergaul, dan kedalaman refleski, yang merupakan hal penting untuk dimiliki para penulis.

Banyak hal yang bisa diambil, direnungkan, juga dipelajari lebih lanjut dari acara kemarin. Sangking banyaknya aku sampai bingung mau menuliskan yang mana dulu. Sama halnya dengan semua cerita, dan momen yang lahir di sana.
Mengenal kalian semua adalah hal terindah dalam hidupku, selain bisa lahir, bernapas, dan sehat. Karena bagiku, bisa dilahirkan ke dunia, lalu bernapas dalam keadaan sehat adalah hal yang sangat indah, dari apapun. Dari KF20 aku mengenal nama-nama baru, seperti Mbak Eldina orang asing pertama yang aku temui setelah sampai di Jogja (Karena aku udah kenal Mbak Ifa saat di Kudus), lalu Jihan yang suka begadang dan ngatain aku cupu saat ingin tidur di bawah jam sepuluh malam, kemudian Aulia gadis Bogor yang lucu, padahal pertama lihat aku sangka judes dan galak, ternyata orangnya gila. Wulida, yang ngaku-ngaku sedang hamil akibat rasa mualnya, lalu Nabila yang cantik dengan senyum manisnya, Mbak Husna yang aku lihat lebih seperti sosok ibu, Mbak Ifa yang kusangka pendiam dengan nada bicaranya yang halus, tapi ternyata doyan guyon, lalu Geesha yang saat bicara cepat sekali sampai aku bingung dia ngomong apa, dan banyak lagi nama yang tidak bisa aku sebutkan. Tapi aku yakin akan mengingat wajah mereka, meski mereka mungkin lupa padaku nanti.

Tidak lupa, aku mengucapkan terimakasih banyak kepada semua orang yang sudah bekerja keras menyukseskan acara KF kemarin. Special thanks buat Pak Edi dan keluarga, semoga selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT, limpahan rezeki, panjang umur, dan semoga nanti persalinan Bu Maydiva lancar, sehat. Aamiin...

Untuk Divapress, dan para panitia terimakasih banyak. Untuk Mas Kiki yang sudah direpotkan, Mas Agus, Mas Imam, Mas Reza, Mas Wawan, Mas Ahfa, Mas Ubay, Mbak Ve, Mbak Tiwi (Ciwinya Jungkook), Mbak Rina, Mbak Ajah, Mbak Misni, Mbak Ayyun, dan semua yang tidak bisa kusebutkan satu persatu, terimakasih untuk semua kebahagiaan, dan kenangannya.

Untuk semua peserta Kampus Fiksi angakatan 20, jangan berhenti berjuang, ya! Apapun itu, kalian harus semangat, begitu juga aku. Semoga, kalian semua bisa mencapai apa yang kalian cita-citakan. Semoga dari kalian, akan lahir penulis seperti Dee Lestari, Tere Liye, dan sekeren, sebagus, sebaik Pak Edi Akhiles. Aamiin...

Berkat kesempatan yang kalian berikan. Kampus Fiksi membawaku keluar dari kamar, membuatku nekad pergi jauh dari rumah. Aku meyakini hal, di mana kesempatan datang tidak untuk di sia-siakan. Pengalaman ini, 20 tahun yang akan datang dalam hidupku, akan menjadi cerita menarik dan tidak terlupakan. Bahwa, saat usia 19 tahun aku pernah nekad ke Semarang sendiri, untuk yang pertama kalinya dalam hidup, demi sebuah acara yang bernama Kampus Fiksi, di tahun 2014. Cerita hari ini, dan yang kemarin, telah menjadi sejarah yang tidak bisa kuhapus dari hidup, maupun ingatanku. Karena aku telah menulis, dan mengabadikannya, dalam ingatan, juga hatiku.

Terimakasih semuanya! (
Lagu yang sedang diputar saat menuli ini: Westlife—We Are One.


Note:

“Gaya itu ditemukan lewat praktek.” Agus Noor.
“Menulis kalimat bagus itu tidak bisa dideskripsikan, tapi dipraktekkan.” Agus Noor.
“Bacaan yang baik, akan menentukan tulisan kita baik.” Agus Noor.

“Pembukaan itu ibarat ciuman kecil, yang membuat orang ingin melanjutkan ciumannya.” Agus Noor.

“Perkara pencapaian itu perjuangan, jangan asal bilang takdir.” Reza Nufa.

“Meskipun kita melihat hal, atau memikirkan hal yang sama dengan yang lain, cerita akan menjadi beda ketika kita meningkatkancara berpikir.” Reza Nufa.

“Kelak, jika kalian menjadi orang sukses, sebisa mungkin bantulah orang lain.” Pak Edi Akhiles.

“Kalau kalian ngabdi kepada orang tua, suksesmu akan murni, sebanding dengan abdimu pada orang tuamu.” Pak Edi Akhiles.

Sampai jumpa, semuanya~~~!
Terimakasih sudah membaca curhatanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar