“Aku tidak mencoba untuk menjadi pemberani, hanya saja aku mencoba untuk terlihat berani. Apa aku pengecut?”
“Meski sebenarnya kau takut?” aku mengabaikan pertanyaanmu. Memilih
untuk menyarakan pertanyaan yang sedari tadi mendesak di kepalaku.
“Ya, aku takut. Setengah mati aku takut. Demi dirinya, aku
menghianati diriku sendiri.” Kau menunduk, memilin ujung kaosmu dengan jari
gemetar. Aku tahu, kau pasti membenci hal ini, tapi meski begitu kau tetap
melakukannya.
“Jangan paksakan dirimu jika itu—“
“Tidak. Aku kan tetap melakukannya, kau tahu aku baik-baik saja
‘kan?” kau mengangkat wajah, tersenyum kepadaku. Senyum penuh yang kau
perlihatkan, namun sayang senyum itu tak mampu menyentuh mata sayu yang selalu
menenangkan itu. Aku tahu, kau memaksa dirimu agar terlihat baik-baik saja di
depanku.
“Haru..”
panggilku saat kau memutuskan untuk berbalik badan hendak meningggalkanku. Kau berhenti, menoleh padaku—lagi-lagi—dengan senyuman yang tak menyentuh mata.
panggilku saat kau memutuskan untuk berbalik badan hendak meningggalkanku. Kau berhenti, menoleh padaku—lagi-lagi—dengan senyuman yang tak menyentuh mata.
Aku mendekat padamu, berdiri tepat di depanmu sejenak lalu
memberanikan diri untuk memelukmu. Setidaknya aku mencoba untuk memberi
dukungan padamu, berharap kau baik-baik saja walau itu terdengar nyaris tak
mungkin.
Haru.. bagaimana bisa kau bahagia—walau aku tetap mengharapkan itu
akan terjadi padamu—tapi menikah dengan lelaki tua seperti itu..
“Andai aku bisa menghentikan ini untukmu, Haru,” bisikku mengusap
rambut kusamnya. Kau menggeleng, menandakan kau tak ingin bantuan apa pun
dariku, dan itu membuatku semakin sedih mengembalikanku pada kenyataan di mana
aku sama sekali tak bisa berbuat apa-apa untukmu. Gadis yang sangat kukasihi.
“Kau hanya perlu mendoakanku. Jangan lakukan apa pun selain itu,
kau mengerti kan?” kau melepaskan pelukanku, menatapku dengan tatapan tulus
yang selalu membuat jantungku bergetar.
Haru.. andai aku bukanlah pria miskin, kau mungkin tak akan seperti
ini. aku mungkin akan bisa membantumu keluar dari neraka ini, dan membawamu ke
istana yang akan mengeluarkan kecantikan tersembunyi dengan senyum bahagia di
wajahmu. Kau tidak perlu merelakan dirimu dibeli oleh para pedofil itu untuk
membantu kehidupanmu, kau juga tak perlu terjebak di tempat ini, tempat yang
mengantarmu ke neraka yang lain.
“Jangan lakukan, jangan korbankan hidupmu semakin jauh Haru. Kita
pasti bisa keluar dari tempat ini,” ucapku akhirnya. Semakin memikirkan kau
pergi, hatiku semakin tak bisa merelakanmu.
“Jika kita bisa, kita pasti telah lama keluar dari tempat ini, tapi
kau tahu sendiri ketua sangat jeli memasang keamanan. Kau, aku dan mereka
semua...” kau melihat ke arah anak-anak lain yang tertidur di bawah remang
lampu neon beralas kardus, “Akan tetap di sini sampai masa yang mengampiri
sepertiku ini tiba. kalian hanya perlu menunggu pintu itu terbuka, entah untuk
beralih kepada tuan yang baru dan menjadi budak lagi, atau terbuka untuk
membawa tubuh tak bernyawamu pergi dari tempat ini. menyatu dengan bumi, atau
hilang bersama udara.”
Dan kau akhirnya pergi, menghilang dari pintu besi itu untuk
menjadi budak di tempat tuan yang baru. Menjadi istri lelaki tua tak bermoral
yang membelimu. Kau meninggalkanku, entah untuk berapa lama, mungkin selamanya?
Aku melihat tubuhmu semakin menjauh seakan sinar dari kehidupan lain
menyertaimu saat cahaya siang matahari menerpa punggung mungilmu. Haru...
haruskah berakhir seperti ini? bahkan aku belum mengatakan, jika aku
mencintaimu untuk waktu yang lama.
END.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar