Sabtu, 22 Oktober 2016

Kau..

Kau

Saat bersamamu aku merasa utuh. Saling mengirim pesan, kemudian bercanda membuatku merasa lebih hidup dan bersemangat dari hari-hari sebelum aku mengenalmu lebih baik seperti saat ini. sebagai seorang perempuan yang telah lama sibuk dengan diri sendiri tanpa memikirkan tentang pria, kedatanganmu seperti mata air di tengah gersangnya gurun.

Tidak terasa, komunikasi yang telah kau dan aku jalani sudah menempuh jarak lebih dari satu tahun. Aku masih ingat ketika aku tiba-tiba mendapat pesan darimu, aku berpikir saat itu kau sedang salah mengirim pesan. Tentu kau tahu, kita tidak pernah dekat meskipun kita teman satu sekolah bahkan satu kelas. Karena seingatku kita tidak pernah benar-benar terlibat dalam sebuah percakapan berdua. Seingatku dulu, aku hanya tersenyum kemudian menyapamu seperlunya saja, walaupun kita terlibat canda tawa itupun bersama teman-teman yang lain. Tidak pernah berdua selayaknya aku dengan Leon, sahabatku.
Namun kini, setelah kita tidak lagi satu lingkungan, tidak saling bertemu tiba-tiba kau hadir. Kupikir kedatanganmu dalam hidupku hanyalah angin yang akan segera lewat lalu pergi tanpa berpengaruh apapun pada hidupku. Tapi rasanya, tidak. Kini aku merasa, kau telah menyentuh inti terdalam hatiku. Sesuatu yang hampir empat tahun ini kujaga agar tetap kosong karena aku tidak ingin kembali kecewa juga terluka.
Waktu terus berlalu tanpa kusadari, betapa cepatnya detikan waktu yang tidak pernah ingin berhenti barang sedetik pun, hingga membuatku terlambat menyadari jika aku telah menceburkan diriku kedalam pusaran lembahmu. Yang aku tidak pernah pahami seberapa dalam dan menghanyutkannya itu . kini aku sadar,  aku telah hanyut, sedikit hanyut.
 Walau sedikit, itu berhasil membuatku sedikit berubah dan hampir menggila setiap kali kau menghilang.
Berkali-kali aku berusaha menekan hatiku untuk tidak semakin hanyut akan setiap sikap juga tutur katamu yang menakjubkan bagiku, namun usahaku untuk tetap bertahan perlahan luluh tanpa kutahui. Jika aku menyadari sebelum terlanjur, mungkin aku akan memilih menghentikan langkahku dan berhenti mengikuti alur yang kau buat. Karena aku takut, diabaikan setelahnya. Dan kini, rasanya kau mulai mengabaikanku. Seperti yang sering mereka lakukan padaku.
Dulu kau tidak akan malu untuk menunjukkan perhatianmu terhadapku melalui pesan-pesan singkatmu, tapi sekarang itu tidak pernah lagi kau tunjukkan. Mungkin karena kau terlalu sibuk? Entahlah.
Sebentar setelah kita saling berkomunikasi kau sering berusaha mengajakku jalan keluar, tapi aku tidak bisa—itu kelemahanku—aku tidak pernah berani diajak keluar oleh seorang pria. Terlalu banyak ketakutan dalam diriku. dan aku yakin, tidak ada pria yang akan tahan dengan penolakan serta banyaknya alasan yang kubuat untuk menolak ajakan mereka, juga mungkin termasuk dirimu yang mulai jenuh dan bosan dengan sikap kolotku. Kecuali pria yang bersedia menerima keadaanku sepenuhnya, memahami jalan pikirku dengan tulus. Mungkin nanti, aku akan menemukan yang semacam itu.
Melalui pesan-pesanmu entah mengapa aku seperti memiliki seseorang. Aku tahu tidak seharusnya aku berpikir jauh seperti itu, tapi aku tidak bisa mengontrol apa yang hatiku impikan. Hobimu membuatku semakin mengagumimu, seakan aku menemukan sudut lain yang dulu tidak pernah terlihat saat masih sekolah. Dan hal baru itu membuatku takjub hingga ingin semakin dekat denganmu.
Namun, semakin kesini aku seolah kembali terhempas ke dunia nyata, jika mungkin semua yang kurasakan terhadapmu hanyalah sebatas perasaan berlebihku. Mungkin aku terlalu terbawa suasana kemudian terjadilah ge-er dan berpikir mungkin kau juga merasakan apa yang kurasakan. Berpikir jika kau menyukaiku adalah hal yang hampir mustahil mengingat bagaimana cuek dan masa bodohnya kau sekarang. Lalu aku berpikir, “ah, mungkin dia telah menemukan seseorang yang lebih menyenangkan dan mampu membuatnya lebih nyaman daripadaku.”
Lagi, hal ini terjadi padaku. Cepat atau lambat jika aku sudah tidak mampu lagi menghadapi sikap cuek dan masa bodohmu itu. jika aku tidak ingin lagi berusaha mendekat padamu karena terlalu malu dan lelah karena sikap balasanmu, aku akan mundur perlahan. Kemudian kau akan menghilang dariku seperti asap yang ditelan udara. Hal yang sangat amat kubenci juga kutakuti setiap kali bertemu dengan seseorang. Aku terlalu lemah untuk terus bertahan menahan angin perhatian yang dulu kau tiupkan. Hingga akhirnya kau berhasil menyentuh hatiku, dan aku terlalu buruk untuk dapat menghapus bahkan mengabaikan seseorang.
Aku bodoh, makanya aku terluka. harusnya aku tahu, kau tidak mungkin akan selamanya peduli padaku seperti yang kuharapkan. Kau tidak akan selamanya melihat ke arahku seperti yang kuharapkan, karena aku yakin di luar sana setiap hari kau akan bertemu perempuan yang jauh lebih menakjubkan daripada aku, lebih membuatmu senang daripada aku yang hanya bisa membalas pesanmu.
Meski aku belum sepenuhnya membuka hatiku lebar-lebar, meski baru saja sedikit kubuka untukmu tapi, rasa kecewa juga sakit itu memiliki pengaruh yang sama besarnya untuk hatiku. Terus menerus kecewa, aku takut hatiku semakin letih kemudian mati tanpa kusadari. Aku takut benar-benar jera hingga akhirnya menyulitkanku.
Kau, adalah temanku. Tanpa kau tahu, kau telah memasuki kehidupanku dan mengukir cerita tersendiri di dalam hatiku. Terimakasih, dan pergilah! Mumpung aku masih bisa melepasmu dengan lapang. Sebelum aku semakin hanyut padamu. Jika kau tidak berniat untuk tetap tinggal, maka pergilah sekarang, sebelum aku tidak mampu.
Jangan datang lagi dengan perhatianmu. Menghilanglah, meski aku sangat membenci itu. karena mungkin jika kau memutuskan untuk menghilang sekarang, aku yakin masih bisa mengatasi hatiku dengan baik.
Kau, yang telah mengirim mata air di gersang hatiku.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar