Kau
Saat bersamamu aku merasa utuh. Saling mengirim pesan, kemudian
bercanda membuatku merasa lebih hidup dan bersemangat dari hari-hari sebelum
aku mengenalmu lebih baik seperti saat ini. sebagai seorang perempuan yang
telah lama sibuk dengan diri sendiri tanpa memikirkan tentang pria,
kedatanganmu seperti mata air di tengah gersangnya gurun.
Tidak terasa, komunikasi yang telah kau dan aku jalani sudah
menempuh jarak lebih dari satu tahun. Aku masih ingat ketika aku tiba-tiba
mendapat pesan darimu, aku berpikir saat itu kau sedang salah mengirim pesan.
Tentu kau tahu, kita tidak pernah dekat meskipun kita teman satu sekolah bahkan
satu kelas. Karena seingatku kita tidak pernah benar-benar terlibat dalam
sebuah percakapan berdua. Seingatku dulu, aku hanya tersenyum kemudian
menyapamu seperlunya saja, walaupun kita terlibat canda tawa itupun bersama
teman-teman yang lain. Tidak pernah berdua selayaknya aku dengan Leon,
sahabatku.
Namun kini, setelah kita tidak lagi satu lingkungan, tidak saling
bertemu tiba-tiba kau hadir. Kupikir kedatanganmu dalam hidupku hanyalah angin
yang akan segera lewat lalu pergi tanpa berpengaruh apapun pada hidupku. Tapi
rasanya, tidak. Kini aku merasa, kau telah menyentuh inti terdalam hatiku.
Sesuatu yang hampir empat tahun ini kujaga agar tetap kosong karena aku tidak
ingin kembali kecewa juga terluka.
Waktu terus berlalu tanpa kusadari, betapa cepatnya detikan waktu
yang tidak pernah ingin berhenti barang sedetik pun, hingga membuatku terlambat
menyadari jika aku telah menceburkan diriku kedalam pusaran lembahmu. Yang aku
tidak pernah pahami seberapa dalam dan menghanyutkannya itu . kini aku
sadar, aku telah hanyut, sedikit hanyut.
Walau sedikit, itu berhasil
membuatku sedikit berubah dan hampir menggila setiap kali kau menghilang.
Berkali-kali aku berusaha menekan hatiku untuk tidak semakin hanyut
akan setiap sikap juga tutur katamu yang menakjubkan bagiku, namun usahaku
untuk tetap bertahan perlahan luluh tanpa kutahui. Jika aku menyadari sebelum
terlanjur, mungkin aku akan memilih menghentikan langkahku dan berhenti
mengikuti alur yang kau buat. Karena aku takut, diabaikan setelahnya. Dan kini,
rasanya kau mulai mengabaikanku. Seperti yang sering mereka lakukan padaku.
Dulu kau tidak akan malu untuk menunjukkan perhatianmu terhadapku
melalui pesan-pesan singkatmu, tapi sekarang itu tidak pernah lagi kau
tunjukkan. Mungkin karena kau terlalu sibuk? Entahlah.
Sebentar setelah kita saling berkomunikasi kau sering berusaha
mengajakku jalan keluar, tapi aku tidak bisa—itu kelemahanku—aku tidak pernah
berani diajak keluar oleh seorang pria. Terlalu banyak ketakutan dalam diriku.
dan aku yakin, tidak ada pria yang akan tahan dengan penolakan serta banyaknya
alasan yang kubuat untuk menolak ajakan mereka, juga mungkin termasuk dirimu
yang mulai jenuh dan bosan dengan sikap kolotku. Kecuali pria yang bersedia
menerima keadaanku sepenuhnya, memahami jalan pikirku dengan tulus. Mungkin
nanti, aku akan menemukan yang semacam itu.
Melalui pesan-pesanmu entah mengapa aku seperti memiliki seseorang.
Aku tahu tidak seharusnya aku berpikir jauh seperti itu, tapi aku tidak bisa
mengontrol apa yang hatiku impikan. Hobimu membuatku semakin mengagumimu,
seakan aku menemukan sudut lain yang dulu tidak pernah terlihat saat masih
sekolah. Dan hal baru itu membuatku takjub hingga ingin semakin dekat denganmu.
Namun, semakin kesini aku seolah kembali terhempas ke dunia nyata,
jika mungkin semua yang kurasakan terhadapmu hanyalah sebatas perasaan
berlebihku. Mungkin aku terlalu terbawa suasana kemudian terjadilah ge-er dan
berpikir mungkin kau juga merasakan apa yang kurasakan. Berpikir jika kau
menyukaiku adalah hal yang hampir mustahil mengingat bagaimana cuek dan masa
bodohnya kau sekarang. Lalu aku berpikir, “ah, mungkin dia telah menemukan
seseorang yang lebih menyenangkan dan mampu membuatnya lebih nyaman
daripadaku.”
Lagi, hal ini terjadi padaku. Cepat atau lambat jika aku sudah
tidak mampu lagi menghadapi sikap cuek dan masa bodohmu itu. jika aku tidak
ingin lagi berusaha mendekat padamu karena terlalu malu dan lelah karena sikap
balasanmu, aku akan mundur perlahan. Kemudian kau akan menghilang dariku
seperti asap yang ditelan udara. Hal yang sangat amat kubenci juga kutakuti
setiap kali bertemu dengan seseorang. Aku terlalu lemah untuk terus bertahan
menahan angin perhatian yang dulu kau tiupkan. Hingga akhirnya kau berhasil
menyentuh hatiku, dan aku terlalu buruk untuk dapat menghapus bahkan
mengabaikan seseorang.
Aku bodoh, makanya aku terluka. harusnya aku tahu, kau tidak
mungkin akan selamanya peduli padaku seperti yang kuharapkan. Kau tidak akan
selamanya melihat ke arahku seperti yang kuharapkan, karena aku yakin di luar
sana setiap hari kau akan bertemu perempuan yang jauh lebih menakjubkan
daripada aku, lebih membuatmu senang daripada aku yang hanya bisa membalas
pesanmu.
Meski aku belum sepenuhnya membuka hatiku lebar-lebar, meski baru
saja sedikit kubuka untukmu tapi, rasa kecewa juga sakit itu memiliki pengaruh
yang sama besarnya untuk hatiku. Terus menerus kecewa, aku takut hatiku semakin
letih kemudian mati tanpa kusadari. Aku takut benar-benar jera hingga akhirnya
menyulitkanku.
Kau, adalah temanku. Tanpa kau tahu, kau telah memasuki kehidupanku
dan mengukir cerita tersendiri di dalam hatiku. Terimakasih, dan pergilah! Mumpung
aku masih bisa melepasmu dengan lapang. Sebelum aku semakin hanyut padamu. Jika
kau tidak berniat untuk tetap tinggal, maka pergilah sekarang, sebelum aku
tidak mampu.
Jangan datang lagi dengan perhatianmu. Menghilanglah, meski aku
sangat membenci itu. karena mungkin jika kau memutuskan untuk menghilang
sekarang, aku yakin masih bisa mengatasi hatiku dengan baik.
Kau, yang telah mengirim mata air di gersang hatiku.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar